Monoton

Belakangan ini saya sedang malas menulis. Malas bekerja. Juga malas beribadah. Kalau saja bernapas tidak dilakukan tubuh saya secara auto pilot, mungkin saya akan malas melakukannya juga.

Bukan tanpa alasan. Baru-baru ini, saya mengalami sebuah kejadian yang membuat saya begitu kecewa terhadap Tuhan. Saya pikir, dengan selalu beribadah tepat waktu dan berperilaku baik kepada orang lain, Tuhan akan mempermudah segala urusan saya. Namun kenyataanya, logika Tuhan tidak seperti itu. Atau barangkali, pengetahuan saya mengenai bagaimana Tuhan bekerja belum sampai sejauh itu.

22 hari lalu saya merasa begitu kecewa, marah, dan sedih di saat yang sama. Sampai-sampai, saya bertekad untuk tidak lagi berbicara kepada Tuhan begitu pula menyembahnya. Namun, sulit sekali rasanya ketika anda memutuskan untuk berhenti melakukan hal yang biasa anda lakukan selama hampir seluruh hidup anda. Rasanya begitu tidak nyaman hingga membuat saya merasa hampa.

Kehampaan ini merambat begitu cepat ke semua aspek kehidupan saya, termasuk mimpi-mimpi dan rencana masa depan cerah. Semenjak saya berhenti berdoa, perlahan hal-hal yang pernah saya impikan menguap begitu saja di udara. Saya berhenti berharap. Saya kehilangan motivasi untuk melanjutkan hidup.

Lagipula, apa itu hidup? Pikir saya waktu itu. Kenapa saya terlahir ke dunia ini? Apa peran saya di sini?

Kemudian saya teringat dengan betapa bencinya saya terlahir sebagai seorang wanita. Pemicunya adalah sebuah video edukasi mengenai prosedur pap smear yang tak sengaja muncul di beranda YouTube saya. Setelah menonton video itu dan membaca komentar orang-orang yang pernah menjalani prosedur tersebut, saya merasa ngeri sekaligus murka.

Mengapa menyakitkan sekali menjadi seorang wanita? Seolah mengalami menstrual cramp setiap bulan tidak cukup, saya akan menjalani sebuah prosedur penyiksaan di masa mendatang untuk melihat apakah rahim saya sehat atau tidak. Kemudian prosedur IUD atau implan untuk mencegah kehamilan. Walau pun terbuat dari karet atau apa pun itu, gagasan tentang memasukan sebuah alat ke lubang kewanitaan tetap membuat saya gelisah.

Saya cemas akan kehamilan. Saya takut melahirkan. Saya benci melihat ukiran wanita setengah telanjang di casing pemantik Zippo seseorang di internet. Saya juga sempat geram tak karuan ketika pacar saya mengirimkan sebuah foto dari suasana tenda yang akan ia tempati selama melakukan pelatihan lapangan beberapa bulan lalu. Karena perhatian saya justru tertuju pada sebuah poster bertuliskan 'Making moms dropping bombs' dengan sebuah gambar ilustrasi wanita berseragam tentara di sampingnya.

Semakin saya menjauh dari Tuhan, semakin saya merasa kesal terhadap banyak hal. Kala itu, saya melihat begitu banyak ketimpangan di dunia ini. Kemudian saya merasa takut dan tidak tenang selama berhari-hari. Puncaknya adalah ketika saya meluapkan semua ketakutan ini kepada pacar saya dan seperti biasa, dia mampu membuat saya tenang.

Yang sebenarnya ingin saya tekankan di sini adalah, hakikat ketuhanan barangkali berbeda pada setiap orang. Bagi saya, tuhan adalah sesuatu yang luar biasa besar. Sesuatu yang tidak dapat terlihat, tetapi kadang dapat saya rasakan.

Tuhan adalah sesuatu yang saya percaya dapat melindungi saya. Dengan begini, saya memutuskan untuk kembali berdoa kepadanya. Bukan untuk meminta sesuatu, tetapi untuk membuat saya merasa lebih baik.

Konsep ketuhanan membuat saya berpikir bahwa, ada hal-hal di dunia ini yang belum saya pahami. Mungkin itu definisi, cara kerja, atau bahkan perspektif.

Kalau dipikir-pikir, sejujurnya saya meragukan kemurnian ibadah saya. Begini, orang-orang berkata kalau mereka beribadah untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta. Untuk terkoneksi. Namun saya tidak pernah merasakan hal tersebut. Saya tidak pernah benar-benar merasa berkomunikasi dengan tuhan ketika saya tengah beribadah. Yang saya lakukan hanya melafalkan bacaan solat dan melakukan gerakannya. Saya justru lebih sering berbicara kepada tuhan di luar solat.

Bagaimana pun, saya hanya melakukan apa yang dapat saya lakukan. Perihal diterima atau tidaknya ibadah saya, itu urusan tuhan.
Salah satu alasan saya untuk tetap hidup menghubungi saya di saat yang tepat.